This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 08 Juli 2014

Ludwig Feuerbach dan Akhir Filsafat Klasik Jerman Engels II - Materialisme dan Idealisme

Masalah fundamental yang besar dari semua filsafat, teristimewa dari filsafat yang akhir-akhir ini, ialah masalah mengenai hubungan antara pikiran dengan keadaan. Sejak zaman purbakala, ketika manusia, yang masih sama sekali tidak tahu tentang susunan tubuh mereka sendiri, di bawah rangsang khayal-khayal impian [2-1]mulai percaya bahwa pikiran dan perasaan mereka bukanlah aktivitas-aktivitas tubuh mereka, tetapi, aktivitas-aktivitas suatu nyawa yang tersendiri yang mendiami tubuhnya dan meninggalkan tubuh itu ketika mati - sejak waktu itu manusia didorong untuk memikirkan tentang hubungan antara nyawa dengan dunia luar. Jika pada waktu seseorang meninggal dunia nyawa itu meninggalkan tubuh dan hidup terus, maka tidak ada alasan untuk mereka-reka kematian lain yang tersendiri baginya. Maka itu timbul ide tentang kekekal-abadian, yang pada tingkat. perkembangan waktu itu sama sekali tidak nampak sebagai penghibur tetapi sebagai takdir yang terhadapnya tiada berguna mengadakan perlawanan, dan sering sekali, seperti dikalangan orang-orang Yunani, sebagai malapetaka yang sesungguhnya. Bukannya hasrat keagamaan akan suatu penghibur, tetapi kebingungan yang timbul dari ketidaktahuan umum yang lazim tentang apa yang harus diperbuat dengan nyawa itu, sekali adanya nyawa itu diakui, sesudah tubuh mati, menuju secara umum kepada paham tentang kekekal-abadian perorangan. Dengan cara yang persis sama, lahirlah dewa-dewa pertama, lewat personifikasi kekuatan-kekuatan alam. Dan dalam perkembangan agama-agama selanjutnya dewa-dewa itu makin lama makin mengambil bentuk-bentuk diluar-keduniawian, sehingga akhirnya lewat proses abstraksi saja hampir bisa mengatakan proses penyulingan, yang terjadi secara wajar dalam proses perkembangan intelek manusia, dari dewa-dewa yang banyak jumlahnya itu, yang banyak sedikitnya terbatas dan saling-membatasi, muncul di dalam pikiran-pikiran manusia ide tentang satu tuhan yang eksklusif dari agama-agama monoteis.
Jadi masalah hubungan antara pikiran dengan keadaan, hubungan antara jiwa dengan alam - masalah yang terpenting dari seluruh filsafat - mempunyai, tidak kurang daripada semua agama, akar-akarnya di dalam paham-paham kebiadaban yang berpikiran-sempit dan tiada berpengetahuan. Tetapi masalah itu untuk pertama kalinya dapat diajukan dengan seluruh ketajamannya, dapat mencapai arti pentingnya yang sepenuhnya, hanya setelah umat manusia di Eropa bangun dari kenyenyakan tidur yang lama dalam Zaman Tengah Nasrani. Masalah kedudukan pikiran dalam hubungan dengan keadaan, suatu masalah yang, sepintas lalu, telah memainkan peranan besar juga dalam skolastisisme Zaman Tengah, masalah: yang mana yang primer, jiwa atau alam - masalah itu, dalam hubungan dengan gereja, dipertajam menjadi : Apakah Tuhan menciptakan dunia ataukah dunia sudah ada sejak dulu dan akan tetap ada di kemudian hari?
Jawaban-jawaban yang diberikan oleh para ahli filsafat ke masalah ini membagi mereka ke dalam dua kubu besar. Mereka yang menegaskan bahwa jiwa ada yang primer jika dibandingkan dengan alam, dan karenanya, akhirnya, menganggap adanya penciptaan dunia dalam satu atau lain bentuk - dan di kalangan para ahli filsafat, Hegel, misalnya, penciptaan ini sering menjadi lebih rumit dan mustahil daripada dalam agama Nasrani - merupakan kubu idealisme. Yang lain, yang menganggap alam sebagai yang primer, tergolong ke dalam berbagai mazhab materialisme.
Dua pernyataan ini, idealisme,dan materialisme, mula-mula tidak mempunyai arti lain daripada itu; dan disinipun kedua pernyataan itu tidak digunakan dalam arti lain apapun. Kekacauan apa yang timbul bila sesuatu arti lain diberikan kepada kedua pernyataan itu akan kita lihat di bawah ini.
Tetapi masalah hubungan antara pikiran dengan keadaan mempunyai segi lain lagi - bagaimana hubungan pikiran kita tentang dunia di sekitar kita dengan dunia itu sendiri ? Dapatkah pikiran kita mengenal dunia yang sebenarnya? Dapatkah kita menghasilkan pencerminan tepat dari realitas di dalam ide-ide dan pengertian-pengertian kita tentang dunia yang sebenarnya itu? Dalam bahasa filsafat masalah ini dinamakan masalah identitas pikiran dengan keadaan, dan jumlah yang sangat besar dari para ahli filsafat memberikan jawaban yang mengiyakan atas pertanyaan ini. Hegel, misalnya, pengiyaanya sudah jelas dengan sendirinya; sebab apa yang kita kenal di dalam dunia nyata adalah justru isi-pikirannya - yang menjadikan dunia berangsur-angsur suatu realisasi dari ide absolut yang sudah ada di sesuatu tempat sejak dahulukala, lepas dari dunia dan sebelum dunia. Tetapi adalah jelas, tanpa bukti lebih lanjut, bahwa pikiran dapat mengetahui isi yang sejak semula adalah isi-pikiran. Adalah sama jelasnya bahwa apa yang harus dibuktikan disini sudah dengan sendirinya terkandung di dalam premis-premisnya. Tetapi hal itu sekali-kali tidak merintangi Hegel menarik kesimpulan lebih lanjut dari pembuktiannya tentang identitas pikiran dengan keadaan yaitu bahwa filsafatnya, karena tepat bagi pemikirannya, adalah satu-satunya yang tepat, dan bahwa identitas pikiran dengan keadaan mesti membuktikan keabsahannya dengan jalan umat manusia segera menerjemahkan filsafatnya dari teori ke dalam praktek dan mengubah seleruh dunia sesuai dengan prinsip-prinsip Hegel. Ini adalah suatu khayalan yang sama-sama terdapat pada Hegel dan pada hampir semua ahli filsafat.
Di samping itu masih ada segolongan ahli filsafat lainnya - mereka yang meragukan kemungkinan pengenalan apapun, atau sekurang-kurangnya pengenalan yang selengkap-lengkapnya, tentang dunia. Di dalam golongan ini, diantara para ahli filsafat yang lebih modern, termasuk Hume dan Kant, dan mereka telah memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan filsafat. Apa yang menentukan dalam menyangkal pandangan ini sudah dikatakan oleh Hegel, sejauh ini mungkin dari pendirian idealis. Tambahan-tambahan materialis yang diajukan oleh Feuerbach, adalah lebih bersifat cerdik daripada mendalam. Penyangkalan yang paling kena terhadap pikiran aneh ini seperti terhadap semua pikiran filsafat yang aneh lainnya ialah praktek, yaitu eksperimen dan industri. Jika kita dapat membuktikan ketepatan konsepsi kita tentang suatu proses alam dengan membikinnya sendiri, dengan menciptakannya dari syarat-syaratnya dan malahan membuatnya berguna untuk maksud-maksud kita sendiri, maka berakhirlah sudah “konsepsi” Kant yang tak terpahami itu tentang “benda-dalam-dirinya” Zat-zat kimia yang dihasilkan di dalam tumbuh-tumbuhan dan di dalam tubuh binatang tetap merupakan “benda-dalam-dirinya” itu sampai ilmu kimia organik mulai menghasilkan zat-zat itu satu per satu; sesudah itu “benda-dalam-dirinya” menjadi benda untuk kita, seperti, misalnya, alizarin, zat warna dari tumbuh-tumbuhan Rubiantinetorum, yang kita tidak susah-susah lagi menghasilkannya di dalam akar-akar tumbuh-tumbuhan itu di ladang, tetapi membuatnya jauh lebih murah dan sederhana dari tir batubara. Selama 300 tahun sistim tata surya Copernikus merupakan hipotesa dengan kemungkinan benarnya seratus, seribu atau sepuluh ribu lawan satu, meskipun masih tetap suatu hipotesa. Tetapi ketika Leverrier, dengan bahan-bahan yang diberikan oleh sistim itu, bukan hanya menarik kesimpulan tentang keharusan adanya suatu planet yang tidak diketahui, tetapi juga menghitung kedudukan yang mesti ditempati oleh planet itu di langit, dean ketika Gallilei benar-benar menemukan planet itu, [2-2] maka terbuktilah kebenaran sistim Copernikus itu. Jika, sekalipuni demikian, kaum Kantian Baru sedang mencoba menghidupkan kembali paham Kant di Jerman dan kaum agnostik menghidupkan kembali paham Hume di Inggris (dimana paham itu sesungguhnya belum pernah lenyap), maka, mengingat bahwa secara teori dan praktek bantahan terhadap paham-paham itu sudah lama dicapai, hal ini secara ilmiah merupakan kemunduran dan secara praktis hanya merupakan cara kemalu-maluan dalam menerima materialisme dengan diam-dima, sambil mengingkarinya di depan dunia.
Tetapi selama periode yang Panjang ini, yaitu sejak Descartes sampai Hegel dan sejak Hobbes sampai Feuerbach, para ahli filsafat sekali-kali tidak didorong, seperti yang mereka pikirkan, oleh kekuatan akal murni semata. Sebaliknya, yang betul-betul sangat mendorong mereka maju ialah kemajuan yang perkasa dan semakin cepat dari ilmu-ilmu alam dan industri. Di kalangan kaum materialis hal ini terang-benderang terlihat dipermukaan, tetapi sistim-sistim idealis juga semakin banyak mengisi diri dengan isi materialis dan mencoba secara panteis mendamaikan pertentangan antara pikiran dengan materi. Jadi, akhirnya, mengenai metode dan isi sistim Hegelian hanyalah mewakili materialisme yang dijungkirbalikkan secara idealis.
Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa Starcke dalam karakterisasinya tentang Feuerbach pertama-tama menyelidiki pendirian Feuerbach dalam hubungan dengan masalah fundamental ini, yaitu hubungan pikiran dengan keadaan. Sesudah mengajukan suatu pengantar singkat, dalam mana pendirian-pendirian ahli filsafat yang terdahulu, terutama sejak Kant, dilukiskan dalam bahasa filsafat yang secara tidak semestinya berat, dan dalam mana Hegel, oleh karena terlalu formalistis berpegang teguh pada bagian-bagian tertentu dari karya-karyanya, pendapat jauh lebih sedikit daripada yang patut baginya, menyusul suatu penguraian mendetail tentang jalan perkembangan “metafisika” Feuerbach itu sendiri, sebagaimana jalan ini berturut-turut dicerminkan di dalam tulisan-tulisan filsuf itu yang ada sangkut pautnya disini. Penguraian itu disusun dengan rajin dan terang; hanya, seperti halnya seluruh buku itu, penguraian itu diisi dengan beban fraseologi filsafat yang disana-sini bukannya sama sekali tidak dapat dihindari dan yang pengaruhnya lebih mengganggu semakin kurang pengarangnya berpegang pada cara pengungkapan mazhab yang itu-itu juga, atau bahkan cara pengungkapan Feuerbach sendiri, dan sernakin banyak dia menyisipkan ungkapan-ungkapan aliran-aliran yang sangat berbeda-beda, terutama aliran-aliran yang kini merajalela dan, menamakan dirinya aliran filsafat.
Jalan evolusi Feuerbach ialah jalan evolusi seorang Hegelian - memang, tidak pernah seorang ortodoks Hegelian yang sempurna - menjadi seorang materialis; suatu evolusi yang pada tingkat tertentu mengharuskan adanya pemutusan hubungan seluruhnya dengan sistim idealis dari pendahulunya. Dengan kekuatan yang tak tertahan, Feuerbach akhirnya didorong menginsafi, bahwa adanya “ide absolut” pra-dunia dari Hegel, “adanya terlebih dulu kategori2 logis” sebelum dunia ada, adalah tidak lain daripada sisa2 khayalan dari kepercayaan tentang adanya pencipta diluar-dunia; bahwa dunia materiil yang dapat dirasa dengan panca indera, yang kita sendiri termasuk di dalamnya, adalah satu2nya realitas; dan bahwa kesadaran serta pemikiran kita, betapa diatas-panca-inderapun nampaknya, adalah hasil organ tubuh yang materiil, yaitu otak. Materi bukanlah hasil jiwa, tetapi jiwa itu sendiri hanyalah hasil tertinggi dari materi. Ini sudah tentu adalah materialisme semurni-murninya. Tetapi setelah sampai sedemikian jauh, Feuerbach tiba2 berhenti. Dia tidak dapat mengatasi purbasangka filsafat yang lazim, purbasangka bukan terhadap barangnya tetapi terhadap nama materialisme. Dia berkata: “Bagi saya materialisme adalah dasar dari bangunan hakekat dan pengetahuan manusia; tetapi bagi saya materialisme bukanlah seperti bagi ahli fisiologi, seperti bagi sarjana ilmu2 alam dalam arti yang lebih sempit, misalnya, bagi Moleskhott, dan memang suatu keharusan menurut pendirian dan pekerjaan mereka, yaitu bangunan itu sendiri. Ke belakang saya setuju sepenuhnya dengan kaum materialis; tetapi ke depan tidak.”
Disini Feuerbach mencampurbaurkan materialisme yang merupakan pandangan-dunia umum yang bersandar pada pengertian tertentu tentang hubungan antara materi dengan pikiran. dengan bentuk khusus dalam mana pandangan-dunia ini dinyatakan pada tingkat sejarah tertentu, yaitu dalam abad ke-18. Lebih daripada itu, dia mencampurbaurkannya dengan bentuk yang dangkal, yang divulgarkan, dalam mana materialisme abad ke-18 hidup terus hingga hari ini di dalam kepala2 para ahli ilmu2 alam dan fisika, bentuk yang dikhotbahkan oleh Bükhner, Vogt dan Moleskhott pada tahun limapuluhan dalam perjalanan keliling mereka. Tetapi. sebagaimana idealisme mengalami sederet tingkat2 perkembangan, begitu juga materialisme. Dengan setiap penemuan yang membuat zaman, sekalipun di bidang ilmu2 alam, materialisme harus mengubah bentuknya, dan setelah sejarah juga dikenakan perlakuan materialis, maka disinipun terbuka jalan raya perkembangan yang baru.
Materialisme abad yang lampau adalah terutama mekanis, sebab pada waktu itu, di antara semua ilmu2 alam hanya ilmu mekanika, dan memang hanya ilmu mekanika benda2 padat - langit dan bumi - pendek kata, ilmu mekanika gravitasi telah mencapai titik akhir tertentu. Ilmu kimia pada waktu itu baru berada dalam masa kanak2nya, dalam bentuk phlogistis. [2-3] Biologi masih berlampin; organisme2 tumbuh2an dan hewan baru saja diperiksa secara kasar dan dijelaskan sebagai akibat sebab2 mekanik semata. Seperti hewan bagi Descartes, begitu juga manusia bagi kaum materialis abad ke-18 adalah suatu mesin. Penerapan secara eksklusif norma2 mekanika ini pada proses2 yang bersifat kimiawi dan organik - yang di dalamnya hukum2 mekanika memang berlaku tetapi didesak kebelakang oleh hukum2 lain yang lebih tinggi - merupakan keterbatasan khusus yang pertama tapi yang pada waktu itu tak terhindarkan dari materialisme klasik Perancis.
Keterbatasan khusus yang kedua dari materialisme ini terletak dalam ketidakmampuannya memahami alam semesta sebagai suatu proses, sebagai materi yang mengalami perkembangan sejarah yang tak putus2nya. Ini sesuai dengan tingkat ilmu2 alam pada waktu itu, dan dengan cara berfilsafat secara metafisik, yaitu antidialektik, yang bertalian dengan tingkat ilmu2 itu. Alam, sejauh yang sudah diketahui, berada dalam gerak yang kekal-abadi. Tetapi menurut ide2 pada waktu itu, gerak itu berlangsung, juga dengan kekal-abadi, dalam lingkaran dan karenanya tidak pernah berpindah dari tempatnya: gerak itu berulang-ulang menghasilkan hasil yang itu2 juga. Pandangan itu pada waktu itu tidak dapat dielakkan. Teori Kant tentang asal-usul tata surya [2-4] baru saja dikemukakan dan masih dianggap sebagai suatu barang ajaib belaka. Sejarah perkembangan bumi, geologi, masih sama sekali belum diketahui, dan konsepsi bahwa makhluk2 alam yang bernyawa di hari ini adalah hasil guatu rentetan perkembangan yang panjang dari yang sederhana ke yang rumit, pada waktu itu sama sekali tidak dapat dikemukakan secara ilmiah. Oleh sebab itu pendirian yang tidak historis terhadap alam tidak dapat dielakkan. Semakin kuranglah alasan kita untuk mencela para ahli filsafat abad ke-18 tentang hal itu, karena hal yang sama terdapat pada Hegel. Menurut Hegel, alam, sebagai “penjelmaan” semata diri ide, tidak mampu berkembang dalam waktu hanya mampu memperbesar kelipatgandaannya dalam ruang, sehingga alam bersamaan dan berdampingan satusamalain memperlihatkan semua tingkat perkembangan yang terkandung di dalamnya, dan ditakdirkan mengalami pengulangan yang kekal-abadi dari proses-proses yang itu2 juga. Hal yang tak masuk akal ini, yaitu perkembangan dalam ruang, tetapi yang lepas dari waktu - syarat fundamental bagi semua perkembangan - dipaksakan oleh Hegel pada alam justru ketika geologi, embriologi, fisiologi tumbuh2an dan hewan, serta ilmu kimia organik sedang dibangun, dan ketika dimana-mana berdasarkan ilmu2 baru ini sedang tampil ramalan2 gemilang dari teori evolusi yang datang kemudian (misalnya; Goethe dan Lamarck). Tetapi sistim menuntutnya; maka itu metode, demi kepentingan sistim, harus menjadi tidak jujur terhadap dirinya sendiri.
Konsepsi tidak-historis yang sama berkuasa juga di bidang sejarah. Di bidang itu perjuangan melawan sisa2 Zaman Tengah memburemkan pandangan. Zaman Tengah dianggap sebagai interupsi sejarah belaka selama seribu tahun kebiadaban umum. Kemajuan besar yang dibuat dalam Zaman Tengah - peluasan wilayah kebudayaan Eropa, bangsa-bangsa besar yang berdayahidup sedang terbentuk di wilayah itu damping-mendampingi, dan akhirnya kemajuan teknik yang luar biasa pada abad ke-14 dan ke-15 - semua ini tidak dilihat. Jadi tidak dimungkinkan adanya pengertian rasionil tentang saling-hubungan kesejarahan yang besar, dan sejarah paling banyak menjadi suatu kumpulan contoh-contoh dan ilustrasi2 untuk digunakan oleh para ahli filsafat.
Penjaja2 yang melakukan pemvulgaran, yang di Jerman pada tahun limapuluhan berkecimpung dalam materialisme, sama sekali tidak mengatasi keterbatasan guru2 mereka itu. Seluruh kemajuan ilmu2 alam yang sementara itu telah dicapai bagi mereka hanyalah bukti2 baru saja yang dapat digunakan untuk menentang adanya pencipta dunia; dan, memang, mereka sama sekali tidak menjadikan pengembangan teori itu lebih jauh sebagai usaha mereka. Walaupun idealisme sudah tidak bisa berkembang lagi dan mendapat pukulan yang mematikan dari Revolusi 1848, ia mempunyai kepuasan melihat bahwa materialisme untuk waklu itu sudah tenggelam lebih dalam lagi. Tidak dapat disangkal bahwa Feuerbach adalah benar ketika dia menolak memikul tanggungjawab atas materialisme itu; hanya dia semestinya tidak mencampurbaurkan ajaran2 pengkhotbah2 berkelilling itu dengan materialisme pada umumnya.
Tetapi, disini, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, semasa hidup Feuerbachpun, ilmu2 alam masih berada dalam proses pergolakan yang hebat, pergolakan yang baru selama limabelas tahun yang akhir2 ini mencapai kesimpulan relatif yang membawa kejelasan. Bahan2 ilmiah baru telah diperoleh dalam ukuran yang belum pernah terdengar hingga kini, tetapi penetapan saling-hubungan, dan dengan demikian soal membawa ketertiban ke dalam kekacauan penemuan2 yang dengan cepatnya susul-menyusul, baru akhir2 ini menjadi mungkin. Memang benar bahwa Feuerbach semasa hidupnya masih sempat menyaksikan ketiga penemuan yang menentukan - penemuan sel, transformasi energi dan teori evolusi, yang diberi nama menurut Darwin. Tetapi bagaimana seorang ahli filsafat yang kesepian, yang hidup dalam kesunyian desa, dapat secara memuaskan mengikuti perkembangan2 ilmiah guna menghargai menurut sepenuh nilainya penemuan2 yang sarjana2 ilmu2 alam sendiri pada waktu itu masih membantahnya atau tidak tahu bagaimana menggunakannya sebaik-baiknya? Kesalahan tentang ini semata-mata terletak pada syarat2 yang menyedihkan yang terdapat di Jerman, yang mengakibatkan tukang2 tindas-kutu eklektis yang melamun telah menempati mimbar2 filsafat, sedangkan Feuerbach yang menjulang tinggi diatas mereka semua, harus tinggal diudik dan membusuk disuatu desa kecil. Maka itu bukanlah salah Feuerbach bahwa konsepsi historis tentang alam, yang kini sudah mungkin dan yang menyingkirkan segala keberatsebelahan materialisme Perancis, tetap tak tercapai olehnya.
Kedua, Feuerbach memang tepat dalam menyatakan bahwa materialisme alam-ilmiah yang eksklusif adalah sesungguhnya dasar dari bangunan pengetahuan manusia, tetapi bukan bangunan itu sendiri. Karena kita tidak hanya hidup di dalam alam, tetapi juga di dalam masyarakat manusia, dan inipun, tidak kurang daripada alam, mempunyai sejarah perkembangannya dan ilmunya. Oleh sebab itu soalnya ialah membikin ilmu tentang masyarakat, yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang dinamakan ilmu-ilmu sejarah dan filsafat, selaras dengan dasar materialis, dan membangunnya kembali di atas dasar itu. Tetapi tidak ditakdirkan bahwa Feuerbachlah yang melakukan hal yang demikian itu. Meskipun ada “dasar”nya, dia disini tetap terikat oleh belenggul2 idealis yang tradisionil, suatu kenyataan yang dia akui dengan kata2 berikut ini : “Kebelakang saya setuju dengan kaum materialis, tetapi kedepan tidak!” Tetapi disini Feuerbach sendirilah yang tidak maju “kedepan”, ke lapangan sosial, yang tidak dapat melampaui pendiriannya tahun 1840 atau 1844. Dan lagi ini terutama disebabkan oleh pengasingan diri yang memaksa dia, yang, diantara semua filsuf, adalah yang paling cenderung kepada pergaulan, kemasyarakatan, untuk menghasilkan pikiran2 dari kepalanya yang kesepian itu dan bukan sebaliknya, yaitu dari pertemuan2 yang bersahabat dan bermusuhan dengan orang2 lain yang sekaliber dengan dia. Kelak akan kita lihat secara mendetail seberapa banyak dia tetap seorang idealis di dalam bidang itu.
Hanya perlu ditambahkan lagi disini bahwa Starcke mencari idealisme Feuerbach di tempat yang salah. “Feuerbach adalah seorang idealis; dia percaya akan kemajuan umat manusia.” (hlm. 19). “Dasar, bangunan bawah dari keseluruhannya, bagaimanapun tetap idealisme. Realisme bagi kami tidaklah lain daripada suatu perlindungan terhadap penyelewengan2, sementara kami mengikuiti kecenderungan2 ideal kami. Bukankah kasih, cinta dan kegairahan akan kebenaran dan keadilan merupakan kekuatan2 ideal?” (hlm. VIII).
Pertama, idealisme disini tidak mengandung arti lain daripada pengejaran tujuan2 ideal. Tetapi, ini seharusnya paling2 menyangkut idealisme Kant dan “imperatif kategoris”nya, sebaliknya, Kant sendiri menyebut filsafatnya “idealisme transcendental”; dan sekali-kali bukan karena dia di dalamnya juga mempersoalkan cita2 etika, tetapi karena alasan2 yang lain samasekali, sebagaimana Starcke akan ingat. Takhayul bahwa idealisme filsafat bersendikan kepercayaan akan cita2 etika, yaitu cita2 sosial, timbul diluar filsafat, dikalangan kaum filistin Jerman, yang mengapalkan diluar kepala beberapa bagian kebudayaan filsafat yang mereka perlukan dari syair2 Skhiller. Tidak seorangpun yang lebih keras mengecam “imperatif kategoris” Kant yang impoten, impoten karena dia menuntut hal yang tidak mungkin, dan karenanya tidak pernah menjadi kenyataan - tidak seorangpun yang lebih kejam mencemoohkan kegairahan filistin yang sentimental akan cita2 yang tak dapat direalisasi yang diajukan oleh Skhiller daripada justru Hegel, orang idealis yang sempurna itu. (Lihat misalnya, bukunya Fenomenologi).
Kedua, kita sekali-kali tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan bahwa segala sesuatu yang membikin manusia bertindak harus melalui otak mereka - bahkan makan dan minum, yang mulai sebagai akibat dari rasa lapar atau rasa haus hanya disampaikan melalui otak dan berakhir sebagai hasil rasa puas yang juga disampaikan melalui otak. Pengaruh2 dunia luar terhadap manusia menyatakan dirinya di dalam otaknya, dicerminkan di dalamnya sebagai perasaan, pikiran, rangsang, kemauan - pendek kata, sebagai “kecenderungan2 ideal”, dan dalam bentuk ini menjadi “kekuatan2 ideal”. Maka itu, jika seseorang harus dianggap idealis karena dia mengikuti “kecenderungan2 ideal” dan mengakui bahwa “kekuatan2 ideal” mempunyai pengaruh terhadap dia, maka sietiap orang yang agak normal perkembangannya adalah seoreang idealis sejak lahirmya dan jika demikian apakah masih bisa ada seorang materialis?
Ketiga, keyakinan bahwa kemanusiaan, sekurang-kurangnya pada saat sekarang ini, dalam keseluruhannya bergerak menurut arah yang maju tidak mempuniai sangkut paut apapun dengan antagonisme antara materialisme dan idealisme. Kaum materialis Perancis, tidak kurang daripada orang2 deis seperti Voltaire dan Rousseau menganut keyakinan itu dalam derajat yang hampir fanatik, dan kerapkali telah membuat pengorbanan perorangan yang paling besar untuk keyakinan itu. Jika pernah ada orang yang mengabdikan seluruh hidupnya kepada “kegairahan akan kebenaran dan keadilan” - menggunakan kata2 itu dalam arti yang baik - maka orang itu adalah Diderot, misalnya. Oleh sebab itu, jika Starcke menyatakan bahwa semua itu adalah idealisme, maka ini hanya membuktikan bahwa bagi dia kata materialisme, dan seluruh antagonisme antara kedua aliran itu telah hilang segala artinya.
Kenyataannya ialah bahwa Starcke, walaupun barangkali secara tidak sadar, dalam hal ini memberi konsesi yang tidak dapat diampuni kepada prasangka filistin yang tradisionil mengenai perkataan materialisme, yang diakibatkan oleh pemfitnahan kata itu dalam waktu lama oleh pendeta2. Perkataan materialisme oleh si filistin diartikan kerakusan, kemabukan, mata-keranjang, nafsu berahi, kesombongan, kelobaan, kekikiran, ketamakan, pengejaran laba dan penipuan bursa - pendeknya, segala kejahatan busuk yang dia sendiri lakukan secara sembunyi2. Perkataan idealisme diartikannya kepercayaan akan kebajikan, filantropi universal dan secara umum suatu “dunia yang lebih baik,” yang dia sendiri banggakan dimuka orang lain, tetapi yang dia sendiri hanya percaya selama dia berada dalam kesusahan atau sedang mengalami kebangkrutan sebagai akibat dari ekses2 “materialis”nya yang biasa. Waktu itulah dia menjanjikan lagu kesayangannya: Manusia itu apa ? - Setengah binatang, setengah malaikat.
Adapun tentang hal2 lainnya, Starcke dengan bersusahpayah membela Feuerbach terhadap serangan2 dan ajaran2 para asisten profesor yang berteriak2, yang kini di Jerman memakai nama ahli filsafat. Bagi orang2 yang berminat akan tembuni dari filsafat klasik Jerman, ini sudah tentu merupakan soal yang penting; bagi Starcke sendiri mungkin nampaknya peritu. Tetapi, kami tak akan menyusahkan pembaca dengan itu.

Catatan

[2-1] Di kalangan orang liar dan orang2 biadab yang tingkat perkembangannya lebih rendah masih umum terdapat ide bahwa bentuk manusia yang tampil di dalam mimpi adalah nyawa yang untuk sementara waktu meninggalkgn tubuh2 manusia itu; oleh sebab itu, orang yang sesungguhnya yang bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan oleh wujudnya di dalam mimpi terhadap orang yang mimpi. Imthurn menemukan kepercayaan yang seperti itu misalnya dikalangan orang Indian di Guicma dalam tahun 1884. (Keterangan Engels).
[2-2] Planet yang dimaksud ialah Neptunus, ditemukan pada tahun 1846 oleh Johann Gaililei, seorang ahli astronomi di Observatorium Berlin. - red.
[2-3] Teori phlogistis: teori yang berlaku di bidang ilmu kimia dalam abad2 ke-17 dan ke-18 dan yang menyatakan bahwa pembakaran terjadi karena di dalam badan tertentu terdapat zat khusus yang bernama phlogiston. - red.
[2-4] Teori yang menyatakan bahwa matahari dari planet2 berasal dari gumpalan kabut pijar yang berputar. - red.



Minggu, 27 April 2014

Kasbul:Kaderisasi Katholik Anti Komunis/Islam


FortunaMedia.com |Kasbul:Kaderisasi Katholik Anti Komunis/Islam,

Telah 69 tahun Indonesia Merdeka tak pernah kita mendengar adanya  organisasi rahasia-bawah tanah yang diprakarsai puak Kristian di Indonesia.Selama ini hanya kita mendengar kisah-kisah pemurtadan terancang oleh pihak gereja kharismatik terhadap umat Islam Indonesia

Namun menjelang pemilihan presiden Indonesia 2014 ini ,gencar media-media cetak dan internet Indonesia memberitakan adanya sebuah organisasi rahasia-kerana begitu rapi kerahasiannya dan penuh misteri hingga-tentang nama gerakan itupun ada yang menulis sebagai Kasbul [Kaderisasi Sebulan], atau Khasebul [Khalwat Sebulan] Gerakan ini adalah tempat me-rekrut kader-kader Katolik, seolah-olah berada di antara titik ada dan tiada. Apakah wadah pengkaderan ini benar-benar ada atau hanya mitos semata? Tulisan ini akan menjawabnya

Pater Beek: Paderi anti Komunis
Kasbul merupakan event bagi Pater Beek seorang rohaniawan Jesuit kelahiran Belanda untuk mendidik kader-kader Katolik yang militan. Awalnya, tempat kaderisasi terletak di Asrama Realiono,Yogyakarta. Letak asrama ini tak jauh dari kampus University Sanata Dharma di Jalan Gejayan [sekarang Jalan Afandi],Yogyakarta. Di tempat inilah para kader Katolik muda dididik untuk menghadapi kaum Komunis dan Islam.

Pater Beek memang dikenal sebagai rohaniawan yang anti Komunis. Sebelum peristiwa 1965 pecah[G30S], Pater Beek mendidik mahasiswa-mahasiswa Katolik dalam Kasbul untuk melawan kekuatan Komunis. Richard Tanter [1991] menyatakan:

“Bagi [Pater] Beek, ada dua musuh besar bagi Indonesia maupun bagi Gereja, yaitu Komunisme dan Islam, di mana ia melihat keduanya memiliki banyak keserupaan: sama-sama memiliki kualitas ancaman.”

Oleh sebab itu, Pater Beek mengkonsolidasi kekuatan untuk melawan Komunisme yang saat itu kuat di Indonesia. Ia kumpulkan mereka untuk diberi pendidikan. Terutama yang dihimpun adalah mahasiswa-mahasiswa Katolik dari berbagai daerah. Dalam buku berjudul Bayang-Bayang PKI[1996] disebutkan:

“Selama bertahun-tahun Pater Beek memang telah menghimpun dan membina anak-anak muda, terutama mahasiswa, untuk ditempa sebagi kekuatan anti-komunis. Basis utamanya adalah PMKRI [Pergerakan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia], yang saat itu merupakan organisasi underbouw Partai Katolik. Tokoh-tokoh PMKRI pula yang kemudian banyak terlibat dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia [KAMI]. Dengan pengaruh dan jaringan anti-komunis yang kuat itu, tak heran banyak dugaan bahwa Pater Beek memainkan peranan penting dalam gerakan anti-komunis. Antara lain, ia sering disebut-sebut sebagai penghubung antara militer Angkatan Darat dan CIA

Keterlibatan Pater Beek adalam gerakan anti Komunis juga ditulis oleh Oei Tjoe Tat [1995] dalam memoirnya. Ia memberikan kesaksian sebagai berikut:

“Pater Beek itu, saya lihat pertama kali setelah saya dibebaskan. Saya di dalam tahanan mendengar dari orang-orang PNI, BAPERKI, PKI, dan sebagainya bahwa Pater Beek ini adalah agen CIA. Dia membina pemuda-pemuda keturunan Katolik, terutama pemuda-pemuda keturunan Tionghoa-Katolik, untuk antara lain membakar gedung Kedutaan besar Republik Rakyat China, membakar gedung University Res Publika dan menghancurkan semua gedung-gedung PKI atau rumah-rumah orang PKI. Ini dianggap ultra-kanan. Selama saya mendengarkan itu, saya di RTM. Bagaimanapun saya Katolik. Jadi, ada seorang pastur Katolik begitu, saya diam. Tapi pada waktu saya diperkenalkan dengan Pater Beek dan datang ke sini [RTM-red] kemudian, dia mengaku. Dia bilang begini pada saya, “Kalau pak Oei perlu sesuatu dari…, saya bisa. Ali Moertopo, semua jenderal.” Saya dengar dia ini membantu Liem Bian Koen dan Liem Bian Khie, Sumarlin. Semua ini di bawah dia. Dia juga kuat di PMKRI.”

Ketika PKI-parti komunis Indonesia-ditumpas pasca Peristiwa 1965[G30S], Pater Beek, melalui Ali Moertopo, menyerahkan 5.000 nama orang-orang PKI pada CIA. Hal ini terungkap ketika wartawati AS, Kathy Kadane, yang mewawancarai mantan pegawai Kedubes AS di Jakarta, pegawai CIA dan Departmen Luar Negeri[Deplu] AS. Ia mendapatkan pengakuan dari nara sumbernya itu. Salah satu yang diwawancarai adalah Lydman—mantan timbalan ketua misi Kedubes AS di Jakarta. Dalam wawancara tersebut Lydman mengatakan pengumpulan nama-nama orang PKI selain dilakukan oleh stafnya juga dibantu oleh Ali Moertopo.

Lantas bagaimana nasib 5.000 nama orang-orang komunis tersebut? Robert J Martens—yang saat Peristiwa 1965 pecah menjawat sebagai Sekretaris I Kedubes AS—melakukan pemeriksaan terhadap 5.000 orang dalam daftar itu. Dari hasil pemeriksaannya didapatkan semua orang yang terdapat dalam daftar itu ditangkap dan kemudian dibunuh. Menanggapi pembunuhan tersebut, Pater Beek dalam wawancaranya dengan Aaad van Heuvel [1993] dengan ringan mengatakan:“Masalahnya mereka atau kita [yang dibunuh].”

Setelah orang-orang Komunis ditumpas, entah apa alasannya, pada tahun 1967 tempat pendidikan Kasbul di pindahkan ke Klender, Jakarta Timur. Menurut Mujiburrahman [2006], tempat di Klender dikelola oleh seorang suster bernama Mathilda Maria Van Thienen. Dari wawancara dengan sang suster, Mujiburrahman mendapatkan keterangan bahwa asrama di Klender terdiri dari tiga blok dengan 72 ruangan dan 114 tempat tidur. Biasanya Pater Beek akan datang empat kali dalam setahun memimpin acara Kasbul.

Sistem Kaderisasi dalam Kasbul,
Dalam setiap pelatihan Kasbul, biasanya diikuti oleh 100 orang—sepuluh di antaranya adalah perempuan. Mereka merupakan kader-kader Katolik terpilih dari berbagai daerah dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Supaya bisa mengikuti kaderisasi yang sifatnya rahasia ini, seseorang harus mendapatkan rekomendasi dari romo di tempatnya berasal. Pendanaan dari acara ini sebagian besar didapatkan dari luar negeri, terutama Belanda dan Jerman.

Peraturan Kasbul memang cukup berat. Seseorang yang telah mengikuti Kasbul dilarang keras menceritakan keikut sertaannya pada orang lain, baik pada keluarga maupun teman. Sebelum pelatihan, mereka akan menjalani serangkaian test psikologi. Test ini digunakan untuk mengetahui sifat dan keahlian seseorang yang kelak diperlukan sewaktu melakukan penugasan. Sedangkan untuk menyembunyikan identiti seseorang, maka selama pelatihan nama diubah sehingga antara satu peserta dengan peserta yang lain tidak saling mengenal identiti sebenarnya.

Metode pelatihan yang diterapkan Pater Beek dalam Kasbul merupakan kombinasi  antara kaderisasi Katolik ala Jesuit dan Komunis. Oleh kerana itu, tak menghairankan kalau selama kaderisasi dididik dengan disiplin yang keras. Menurut Mujiburrahman, selama pelatihan tak jarang mereka harus terlibat dalam adu fisik, direndahkan dan dilecehkan guna menggembleng mental. Apa yang diungkapkan Mujiburrahman juga dibenarkan oleh Dr. George J. Aditjondro:
“Dalam kegiatan Kasbul itu bukan cuma indoktrinasi yang dilakukan, bahkan latihan fisik yang mendekati latihan militer  juga diberikan. Di sana para kader dilatih menghadapi situasi jika diintrograsi oleh lawan. Bagaimana meloloskan diri dari tahanan, bagaimana survive dan sebagainya.”

Sementara itu, Richard Tanter juga memberikan pendapat yang serupa:
“Dalam prateknya, kursus-kursus tersebut mengambil metode campuran, perpaduan teknik-teknik pendidikan Jesuit dan Komunis, berbasiskan disiplin diri yang kuat. Kursus atau pelatihan-pelatihan ini diselenggarakan dengan pendekataan yang amat brutal atas para pesertanya: para calon kader bahkan kerap kali diharuskan saling menghajar atau memukul rakan-rakan sepelatihannya sendiri, dihina dengan keharusan merangkak di lantai yang penuh dengan kotoran, sesi-sesi harian yang panjang penuh dengan umpatan-kejian  mengejutkan di tengah malam buta.”

Selain cara-cara yang telah diuraikan di atas, mereka juga diharuskan puasa sepanjang hari dan berdoa semalam suntuk. Hal seperti itu juga dilakukan oleh Pater Beek. Sementara itu, bagi peserta pelatihan yang melanggar disiplin yang telah ditetapkan akan dihukum, dan apabila sudah berulang-ulang melakukan kesalahan, maka akan dipulangkan.

Dalam Kasbul seseorang juga diuji kejujurannya. Sebagaimana dituturkan Mujiburrahman, cara pengujian ini dilakukan Pater Beek dengan cara meletakkan uang pada sebuah buku yang sering dibaca oleh peserta. Bila uang itu hilang, maka Pater Beek akan melakukan investigasi. Ia akan mencoba mengidentifikasikan siapa yang mengambil uang tersebut. Pertama-tama ia akan menanyai peniaga dikompleks pelatihan itu. Apabila uang tidak ditransaksikan di tempat itu, maka ia menanyai orang-orang yang dicurigai. Dan setelah uang ditemukan, ia akan menghukum orang tersebut.
Pindah Sasaran: Dari Komunis Ke Islam,
Setelah Komunis berhasil dihancurkan oleh Orde Baru, sasaran Pater Beek pindah ke Islam. Teori Pater Beek tentang Islam sebagai ancaman dikenal sebagai teori Lasser Evil Theory [Teori Setan Kecil]. Dalam teori itu dibabarkan bahwa setelah komunis berhasil dihancurkan oleh tentara, maka akan muncul dua ancaman. Tentang dua ancaman ini Dr. George J. Aditjondro memberikan uraian sebagai berikut:

“Setelah komunis dihancurkan oleh tentara, [Pater] Beek melihat ada dua ancaman [setan] yang dihadapi kaum Katolik di Indonesia. Kedua ancaman sama-sama berwarna hijau, Islam dan tentara. Tapi Beek yakin, tentara adalah ancaman yang lebih kecil [lasser evil] dibandingkan Islam yang dilihatnya sebagai setan besar. Berdasarkan fikiran itulah maka perintah Beek kepada kader-kadernya adalah rangkul tentara dan gunakan mereka untuk menindas Islam.”

Tentang pilihan Pater Beek memilih Orde Baru dan tentara ditekankan Ricarad Tanter sebagai berikut:

“Pemilihan semacam ini dibenarkan [Pater] Beek, dengan dalih sungguh pun banyak kesalahan yang dilakukan yang dibuat oleh Soeharto, watak Komunis maupun Islam yang tidak dapat diterimanya, membuatnya tidak bisa memilih lain, selaian memberikan dukungan atas the lesser evil [tentara]”

B. Suryasmoro Ispandrihari—salah satu narasumber Mujiburrahman dalam desertasinya[thesis]—yang pernah ikut Kasbul pada tahun 1988, mengungkapkan bahwa para peserta diajarkan untuk menjadikan Islam sebagai musuh yang menakutkan. “Islam adalah musuh Katolik…Dan jika diperlukan lulusan Kasbul harus mengambil senjata untuk berjuang melawan Islam,” begitu penuturan B. Suryasmoro Ispandrihari menirukan ucapan salah seorang pengajarnya di Kasbul. Pernyataan Suryasmoro Ispandrihari juga dibenarkan oleh Damai Pakpahan—seorang peserta Kasbul tahun 1984 dan sekarang menjadi aktivis NGO- di Yogyakarta. Kerana doktrin dalam Kasbul yang Islam phobia, membuat Damai Pakpahan memilih keluar dari jaringan Kasbul. Apa yang dilakukan oleh Damai Pakpahan juga dilakukan Dr. George J. Aditjondro. Ia menuturkan sebagai berikut:

“Saya sendiri juga pernah menjadi kader Pater Beek dan dilatih melawan komunis. Tapi seperti juga Wangge, ketika CSIS sudah menjadikan Islam sasarannya, dan kerana CSIS menjadi tanki pemikir Regim Suharto, juga kerana ikut berdarahnya tangan CSIS di Timor Timur, saya tidak bisa lagi tetap berada dalam jaringan pengikut Pater Beek”.

Epilog: Setelah Katolik Dipinggirkan Soeharto,
Setelah selesai kaderisasi para lulusan Kasbul diharuskan setia pada Pater Beek. Bentuk kesetiaan ini selain taat menjalankan perintah juga diharuskan membuat laporan setiap bulan. Tentang hal di diungkapkan oleh Ricard Tanter:
“Setelah hari-hari yang melelahkan, dalam jam tidur yang amat pendek, dan lain sebagainya, hasil akhirnya adalah: menjadi seorang kader yang sepenuhnya setia, patuh kepada Beek secara personal; menjadi orangnya Beek seumur hidup, yang bersedia melakukan apa saja baginya. Ketika para kader itu dipulangkan ke habitat asalnya, orang-orang muda ini kemudian diminta untuk menghasilkan laporan bulanan atas segala hal yang mereka dengar dan lihat di dalam organisasi masing-masing, yang dilakukan untuk Beek dan demi Beek seorang. Secara bertahap Beek membangun kepentingan dirinya, sebuah jaringan—kerja intelejen personal. Bagi pimpinan-pimpinan Gereja yang mendukung program Beek, maka hasilnya tentu akan memuaskan.”
Apa yang diungkapkan Richard Tanter memang benar. Para lulusan Kasbul kemudian dibuatkan jaringan yang dikembangkan dengan sistem sel. Masing-masing sel dipimpin oleh seorang koordinator yang berhubungan dengan koordinator sel-sel lainnya. Dengan sistem ini, selain organisasinya rapi, juga memungkinkan gerakan yang efektif. Sementara itu, para lulusan terbaik akan dikirim ke luar negeri.

Posisi politik Kasbul memang tidak monoton[monotonically]. Setelah melawan Komunis, Islam, mereka kemudian bergeser melawan Soeharto. Ini terjadi ketika pada tahun 1990-an Soeharto mulai merangkul Islam dengan merestui berdirinya ICMI [Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia], dan posisi CSIS mulai disingkirkan. Sejak kejadian itu, bandul politik Kasbul menjadi anti Soeharto. Tidak menghairankan kalau kemudian kader-kader Kasbul disebar masuk ke dalam gerakan prodemokrasi. Tentu saja sebagian dari kader-kader Kasbul masuk dalam PRD [Partai Rakyat Demokratik]—yang pada waktu itu paling keras melawan Orde Baru.

Sekarang, setelah Soeharto jatuh, dalam demokrasi terbuka, kader-kader Kasbul menyebar lagi. Mereka tentu akan terus terlibat dalam politik. Menjelang Pemilu 2014, mereka tentu mempunyai kepentingan untuk menyokong calon presiden tertentu. Ajianto Dwi Nugroho, misalnya, kader Kasbul lulusan Fisipol UGM[Univ.Gajah Mada], saat ini sedang menggalang kekuatan untuk memajukan Jokowi sebagai presiden mendatang. Melalui lembaga yang dimilikinya—yang sebagian stafnya alumni Kasbul—ikut momoles pencitraan-image Jokowi dalam berbagai media.
Kerja Ajianto Dwi Nugroho bisa dijadikan contoh bagaimana kader-kader Kasbul bekerja. Sewaktu mahasiswa, ia masuk dalam lingkaran media mahasiswa UGM, Balairung. Sembari di Balairung ia mendekat pada gerakan mahasiswa semacam SMID [Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi] Yogyakarta, dan Dewan Mahasiswa UGM. Walaupun agak terlambat, ia kemudian masuk menjadi anggota PRD pada tahun 1999. Untuk survive ia sempat berpacaran dengan mahasiswi beragama Islam dan berkerudung, guna membiayai hidupnya. Dengan pelatihan yang diperoleh ketika mengikuti Kasbul, ia bisa mengambil peranan dalam setiap perubahan politik yang ada. Itulah salah satu kelebihan kader-kader Kasbul,
Untuk info selengkapnya thread ini ,Anda jangan lupa baca artikel berkaitan,Terimakasih;

Sabtu 18 Jamadilakhir 1435 / 19 April 2014
________________
Adaptasi dari karya asal M. Sembodo,Penulis buku “Pater Beek, Freemason dan CIA.”
Editor by  Wilhelmina.tumblr.com,

Rabu, 23 April 2014

The Tielman Brothers

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
The Tielman Brothers adalah sebuah grup musik tertua asal Indonesia[1]. Mereka adalah anak dari Herman Tielman asal Kupang dan Flora Lorine Hess.Musik mereka beraliran rock and roll, namun orang-orang di Belanda biasa menyebut musik mereka Indorock, sebuah perpaduan antara musik Indonesiadan Barat, dan memiliki akar di Keroncong. The Tielman Brothers merupakan band Belanda-Indonesia pertama yang berhasil masuk internasional pada 1950-an. Mereka adalah salah satu perintis rock and roll di Belanda. Band ini cukup terkenal di Eropa, jauh sebelum The Beatles dan The Rolling Stones.
The Tielman Brothers pernah tampil di Istana Negara Jakarta dihadapanPresiden Soekarno.[2] . Karier rekaman mereka dimulai ketika keluarga Tielman pada tahun 1957 hijrah dan menetap di Breda, Belanda. Nama The Tielman Brothers lebih dikenal di Eropa, terutama Belanda. Di Indonesia sendiri nama The Tielman Brothers masih menjadi nama yang asing, sebuah kenyataan yang sangat disayangkan.
Aksi panggung The Tielman Brothers yang atraktif
The Tielman Brothers dipercaya lebih dulu memperkenalkan musik beraliran rock sebelum The Beatles. Aksi panggung mereka dikenal selalu atraktif dan menghibur. Mereka tampil sambil melompat-lompat, berguling-guling, serta menampilkan permainan gitar, bass, dan drum yang menawan. Andy Tielman, sang frontman, bahkan dipercaya telah memopulerkan atraksi bermain gitar dengan gigi, di belakang kepala atau di belakang badan jauh sebelum Jimi HendrixJimmy Page atau Ritchie Blackmore.[3]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Andy Tielman dan seluruh keluarga asalnya dari Timor. Waktu mereka masih kecil nama band mereka The Timor Tielman Brothers. Perjalanan musik The Tielman Brothers dimulai di Surabaya pada tahun 1945, dimana empat kakak beradik laki-laki dan seorang adik perempuannya, Jane, sering tampil membawakan lagu-lagu dan tarian daerah. Kemampuan musik mereka diturunkan dari sang ayah, Herman Tielman, seorang kapten tentara KNIL, yang sering bermain musik bersama teman-temannya dirumahnya di Surabaya.
Berawal dari ketertarikan Ponthon untuk memainkan contrabass yang diikuti saudara-saudaranya yang lain. Reggy mempelajari banjo, Loulou mempelajari drum, dan Andy mempelajari gitar. Penampilan pertama mereka pada acara pesta di rumahnya membuat teman-teman ayahnya kagum dengan membawakan lagu-lagu sulit seperti Tiger Rag dan 12th Street Rag. Sejak saat itu mereka sering tampil di acara-acara pribadi di Surabaya. Tawaran tampil pun berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia. Sampai pada akhirnya pada tahun 1957 mereka sekeluarga memutuskan untuk hijrah ke Belanda.

Personil[sunting | sunting sumber]

  • Andy Tielman - vokalgitar
  • Reggy Tielman - gitar, banjo, vokal
  • Ponthon Tielman - contrabass, gitar, vokal
  • Loulou (Herman Lawrence) Tielman - drum, vokal
  • Jane (Janette Loraine) Tielman - vokal
  • Fauzi (Firdaus Fauzi) Tielman - organ

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  • Artikel ini disusun dari berbagai sumber.
  1. ^ Band tertua di Indonesia[1]
  2. ^ http://indorock.pmouse.nl/tielmanbrothers1.htm The Story of The Tielman Brothers
  3. ^ http://www.rollingstone.co.id/?modul=detail&catID=42&key=275 Strangers in Their Land

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Potret Sejarah "The TIELMAN BROTHERS" Written By Deni Kurniawan on Rabu, 02 Juni 2010 | 07.06.00



Misalnya ya kalau kalian di tanya, siapa panutan guitaris rock legendaries saat ini. Semua orang pasti tau dan tunjuk tangan dan serentak menggema menyebut sebuah nama Jimmy Hendrik, ya karena Jimmy Hendrik memang orang yang di kagumi permainanya di tahun 1967. Terus kalau kalian di tanya lagi, siapakah band yang pertama kali mainin musik Rock And Roll, semua orang pasti juga sangat mahir menyebut The Beatles (1959), The Rolling Stones (1963) Padahal 11 (sebelas) tahun sebelumnya atau pada tahun 1956 ada seorang pemuda dari Maluku Indonesia bernama Andy Tielmen sudah memainkan gitar dengan kaki, gigi, bahkan stik drum, dia bermain dengan bandnya yang sangat
luar biasa bernama THE TIELMANS BROTHERS. Wow…jadi sebenernya siapa yang niru siapa nih. Gue sebagai orang Indonesia bangga dengan penemuan takjub ini. Kenapa baru sekarang ya, harusnya sejarah musik dunia musti dirubah neh, karena kalau gue liat videonya, The Tielman Brothers ini tidak bisa diremehkan dan di pandang sebelah mata. Jadi siapakah The Tielman Brothers itu?

The Tielmans Brothers merupakan sebuah band rock yang terdiri dari 4 anak muda asal Maluku. Band yang semula bernama The Timor Rhytm Brothers lalu berubah menjadi The Four Tielman Brothers, dengan personil empat bersaudara Tielman: Andy(lead guitar, vocal), Reggie (rhytm guitar, vocal), Phonton (double bass, vocal), dan Loulou (drums, vocal). Mereka memulai kariernya di Surabaya sejak 1945.Beruntung perjalanan karier keempat anak muda ini terbilang mulus sebab kedua orangtuanya, Herman Tielman dan Flora Lorine Hess tak cuma mendukung, tapi ikut bermain dan menjadi manager.



Pada tahun 1956 The Tielman Brothers hijrah ke Breda, Belanda dan memulai karier rekaman di negeri kincir angin itu. Dari sanalah pada akhirnya The Tielman Brothers mulai menjajah musik rock di luar negeri dan memberikan pengaruh yang cukup dasyat di blantika musik rock pada saat itu. Penampilan mereka juga cukup memukau publik di Belanda khususnya dan Eropa pada umumnya. Bisa dibilang mereka lah yang pertama kali memulai atraksi panggung yang liar dan atraktif, seperti bermain gitar dan juga double bass sambil melompat atau berguling-gulingan, serta tentunya demo drums.

Kepindahan mereka ke negeri Belanda dengan membawa budaya tropis dan kecintaan kepada gitar ini ternyata melahirkan “Indo-Rock” yang terkenal itu. Ciri kuat Indo-Rock adalah dominasi gitar, instrumen yang dikenalkan orang-orang Portugis saat datang ke Hindia-Belanda sekitar abad ke-14. Permainan gitar ala Portugis yang akhirnya dikenal sebagai musik keroncong ini dipadukan oleh anak-anak Maluku itu dengan musik Hawaii, country, dan rock’n'roll yang mereka dengar dari radio-radio Amerika Serikat yang dipancarluaskan dari Filipina atau Australia.

Ada beberapa fakta yang sangat mengejutkan dari band ini. Jauh sebelum publik rock terpesona dan berdecak kagum dengan permainan gila gitaris Jimi Hendrix pada tahun 1967, salah satu personil TheTielman Brothers, Andy Tielman, sang frontman telah memulai teknik tersebut pada tahun 1956 atau 11 tahun sebelum Jimi Hendrix bereksperimen dengan gitarnya. Gaya Andy dan teknik gitarnya sangat memukau. Gitar yang dipetik menggunakan gigi, kaki, jauh mendahului Jimi Hendrix.



Konon, Paul McCartney ternyata mengagumi band ini dan terinspirasi The Tielman Brothers sebelum The Beatles terkenal pada awal 1960-an. Maklumlah, The Tielman Brothers telah membawakan lagu-lagu rock n roll jauh sebelum The Beatles muncul. Saat The Beatles manggung pertama kali di Jerman, grup band asal Inggris ini sempat melihat penampilan The Tielmans Brothers yang manggung menggunakan Hofner Violin bass. Dan saat itulah untuk yang pertamakalinya Paul melihat Bass Violin Hofner. Andy Tielmans sang gitaris memakai Fender Jazz Master khusus 10 strings. Fender sengaja mengirim representative-nya ke Jerman saat itu untuk merancang gitar buat Andy Tielmans.

Di tahun 1958 TheTielmans Brothers punya 3 album yang jadi hits di seluruh dunia dan memiliki banyak Gibson Les Paul keluaran pertama yang baru di impor ke Belanda saat itu.

Dalam perjalanan sebuah band, tentunya ada kisah yang tidak menyenangkan pula, seperti halnya pergantian dan keluar masuknya personil band. Bagi The Tielman Brothers, hal itu bukanlah masalah sehingga bisa membuat band ini harus berhenti di tengah jalan. Yang ada malah prestasi yang luar biasa, dimana mereka bisa tetap eksis dan tampil di beberapa Negara di Eropa selain Belanda seperti Belgia dan Jerman.

Sayangnya, di tahun 1976 band ini dikabarkan bubar karena boleh dikatakan permainan musik mereka terkesan mandek dan tidak ada perkembangan alias kurang eksploratif. Mereka bermain musik di tataran yang itu-itu saja, dan itulah yang akhirnya membuat publik menjadi bosan. Begitupun, karya mereka sampai sekarang masih sangat digemari di luar negeri, terutama di Belanda.

Kini tinggal Andy Tielman saja yang masih eksis bermain musik dan tinggal di Belanda. Di usianya yang sudah semakin senja, Andy Tielman kini lebih banyak rekaman untuk lagu-lagu rohani dan sesekali tampil di publik Belanda dengan gitarnya. Tentu penampilannya tak bisa seliar dulu lagi.

download Lagu Tielman : ==DISINI==
Little Bird (Album)<---- 1 album. ==DISINI==
- See more at: http://tentang-sejarah.blogspot.com/2010/06/potret-sejarah-tielman-brothers.html#sthash.eGorCxEd.dpuf

copyrigt; Juned Topan.. Diberdayakan oleh Blogger.